Bagaimana Prosedur Pemeriksaan Tersangka dalam Kode Etik Kepolisian? - BRIGADE 86 - Cara Cepat Belajar Komputer dan Belajar Blog
Headlines News :
www.lazada.com
Powered by Blogger.
lazada
Home » , , » Bagaimana Prosedur Pemeriksaan Tersangka dalam Kode Etik Kepolisian?

Bagaimana Prosedur Pemeriksaan Tersangka dalam Kode Etik Kepolisian?

Written By Teknik Dasar Listrik on Sunday, 25 March 2012 | 19:10

Jasa Like Fanpage Murah 2014, 2015, 2016
Biasanya dapat kita lihat bahwa di seluruh Indonesia aparat POLRI dalam melakukan pemeriksaan/interogasi terhadap tersangka sering melakukan tindak kekerasan. Apakah POLRI tidak memiliki suatu prosedural atau kode etik dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka sehingga dengan seenaknya main pukul atau maki terhadap tersangka yang juga memiliki hak-hak asasi? Bila melihat masa pendidikan para bintara POLRI apakah mungkin mereka mengerti dalam melaksanakan segala aturan hukum khususnya HUKUM PIDANA?

Pemeriksaan Tersangka maupun Saksi di Kepolisian pada dasarnya diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan juga UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK). Selain kedua UU tersebut, ada juga UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Kepolisian) yang pada dasarnya mengamanatkan dalam Bab V tentang Pembinaan Profesi. Turunan dalam UU Kepolisian tersebut di antaranya adalah Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkap 7/2006”) dan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkap 8/2009”).

Secara khusus, KUHAP telah mengatur pada Bab VI tentang Tersangka dan Terdakwa dan Bab VII tentang Bantuan Hukum. Ketentuan–ketentuan lainnya yang menjamin hak-hak tersangka juga tersebar dalam pasal-pasal lain dalam KUHAP seperti dalam hal pra peradilan ataupun dalam ganti kerugian akibat upaya paksa yang melawan hukum. Selain itu dalam UU PSK, khususnya dalam Pasal 5 ayat (1) telah merinci dengan cukup baik hak–hak saksi/korban selama menjalani pemeriksaan baik di tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan.

Dalam Perkap 7/2006, khususnya dalam Pasal 7 telah dijelaskan bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan berupa:
  • Bertutur kata kasar dan bernada kemarahan;
  • Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas;
  • Bersikap mencari-cari kesalahan masyarakat;
  • Mempersulit masyarakat yang membutuhkan bantuan/pertolongan;
  • Menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat;
  • Melakukan perbuatan yang dirasakan merendahkan martabat perempuan;
  • Melakukan tindakan yang dirasakan sebagai perbuatan menelantarkan anak-anak di bawah umur; dan
  • Merendahkan harkat dan martabat manusia
Pada Perkap 8/2009, khususnya dalam Pasal 11 ayat (1) telah ditegaskan bahwa setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan:
  • penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum;
  • penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;
  • pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau orang-orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;
  • penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia;
  • korupsi dan menerima suap;
  • menghalangi proses peradilan dan/atau menutup-nutupi kejahatan;
  • penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment);
  • perlakuan tidak manusiawi terhadap seseorang yang melaporkan kasus pelanggaran HAM oleh orang lain;
  • melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak berdasarkan hukum;
  • menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan
Dalam Pasal 13 ayat (1) Perkap 8/2009 juga disebutkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polri dilarang:
  • melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan;
  • menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan di luar proses hukum atau secara sewenang-wenang;
  • memberitakan rahasia seseorang yang berperkara;
  • memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laboran hasil penyelidikan;
  • merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau memutarbalikkan kebenaran;
  • melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang berperkara.
Berdasarkan keseluruhan peraturan ini tentunya diharapkan bahwa setiap anggota kepolisian dapat bertindak sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku di Indonesia.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
3. Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
4. Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
5. Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer
Seluruh informasi dan data yang disediakan disini adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum.

Pada dasarnya kami tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia dan hubungan klien - penasehat hukum tidak terjadi. Untuk suatu nasehat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang penasehat hukum yang berpotensi.

Kami berhak sepenuhnya mengubah judul dan/atau isi pertanyaan tanpa mengubah substansi dari hal-hal yang ditanyakan.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Original Basic Design by Absolut Website Creator Modified by Oemah Web Banjar - West Java