Salam sejahtera, saya Echa (PNS). Saya mendapat teror dari mantan suami lewat sms yang dikirim ke keluarga dan teman-teman kantor. Parahnya lagi, dia sekarang juga mengirim gambar-gambar maaf "telanjang" saya yang dia ambil saat jadi suami saya berupa dokumen cetak, ke suami saya yang sekarang dan keluarga saya. Ini sangat mengganggu keharmonisan keluarga saya dan karier saya. Mohon untuk diberikan saran dan apakah dalam kasus saya ini, mantan suami saya ini bisa diperkarakan di meja hukum? Dan jika ini saya perkarakan apakah akan terjadi masalah dengan karier saya sebagai PNS? Terima kasih.
Jawaban :
Perbuatan mantan suami Anda menyebarkan foto privasi Anda, secara hukum dapat dipidana berdasarkan delik tentang kejahatan terhadap kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 282 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Penyebaran konten privasi tersebut juga dapat dijerat menggunakan Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Alternatif lain juga dapat menggunakan Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (“UU Pornografi”). Sedangkan, untuk teror sebagaimana yang Anda maksud, jika teror (baik berbentuk informasi/dokumen elektronik maupun hasil cetaknya) tersebut diasumsikan mengandung ancaman kekerasan atau menakut-nakuti, maka perbuatan tersebut dapat dijerat berdasarkan Pasal 29 jo Pasal 45 ayat (3) UU ITE.
Bunyi pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 282 ayat (1) KUHP:
Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 29 UU ITE:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pasal 45 ayat (3) UU ITE:
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 27 ayat (1) UU ITE:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 45 ayat (1) UU ITE:
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi:
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
Pasal 29 UU Pornografi:
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU ITE merupakan delik aduan yang berarti delik tersebut baru akan diproses jika terdapat aduan dari korban (dalam hal ini adalah Anda). Sedangkan, Pasal 282 ayat (1) KUHP, Pasal 27 ayat (1) UU ITE, dan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi pada prinsipnya bukan termasuk dalam kategori delik aduan, sehingga dalam kasus Anda, penyidik dapat menjerat pelaku meskipun tanpa adanya aduan dari korban langsung (dapat berupa laporan kejadian dari masyarakat).
Mencermati posisi kasus Anda, tentu persoalannya memang tidak sesederhana itu. Persoalan utama dalam penanganan kasus yang berkaitan dengan konten privasi yang selama ini terjadi adalah keengganan korban untuk melaporkan kejadian dengan alasan khawatir terhadap ancaman maupun khawatir akan berdampak buruk terhadap kehidupan korban setelah kasus tersebut diproses hukum.
Namun saran kami, Anda atau orang dekat Anda tidak perlu ragu untuk melaporkan kasus yang Anda hadapi. Penyidikan dalam kasus yang berhubungan dengan konten privasi biasanya dilakukan secara tertutup. Penyidik sesuai kode etik akan merahasiakan informasi yang diketahuinya kepada publik.
Terkait kedudukan Anda sebagai Pegawai Negeri Sipil (“PNS”), menurut pandangan kami, kasus Anda secara hukum tidak berpengaruh langsung terhadap kedudukan Anda sebagai PNS. Karena melaporkan suatu tindak pidana yang dialami bukan merupakan suatu pelanggaran yang dapat dikenakan hukuman disiplin PNS sebagaimana diatur dalam PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Demikian jawaban kami, semoga membantu Anda.
Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
3. Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
4. Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Perbuatan mantan suami Anda menyebarkan foto privasi Anda, secara hukum dapat dipidana berdasarkan delik tentang kejahatan terhadap kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 282 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Penyebaran konten privasi tersebut juga dapat dijerat menggunakan Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Alternatif lain juga dapat menggunakan Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (“UU Pornografi”). Sedangkan, untuk teror sebagaimana yang Anda maksud, jika teror (baik berbentuk informasi/dokumen elektronik maupun hasil cetaknya) tersebut diasumsikan mengandung ancaman kekerasan atau menakut-nakuti, maka perbuatan tersebut dapat dijerat berdasarkan Pasal 29 jo Pasal 45 ayat (3) UU ITE.
Bunyi pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 282 ayat (1) KUHP:
Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 29 UU ITE:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pasal 45 ayat (3) UU ITE:
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 27 ayat (1) UU ITE:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 45 ayat (1) UU ITE:
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi:
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
1. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
2. kekerasan seksual;
3. masturbasi atau onani;
4. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
5. alat kelamin; atau
6. pornografi anak.
Pasal 29 UU Pornografi:
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU ITE merupakan delik aduan yang berarti delik tersebut baru akan diproses jika terdapat aduan dari korban (dalam hal ini adalah Anda). Sedangkan, Pasal 282 ayat (1) KUHP, Pasal 27 ayat (1) UU ITE, dan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi pada prinsipnya bukan termasuk dalam kategori delik aduan, sehingga dalam kasus Anda, penyidik dapat menjerat pelaku meskipun tanpa adanya aduan dari korban langsung (dapat berupa laporan kejadian dari masyarakat).
Mencermati posisi kasus Anda, tentu persoalannya memang tidak sesederhana itu. Persoalan utama dalam penanganan kasus yang berkaitan dengan konten privasi yang selama ini terjadi adalah keengganan korban untuk melaporkan kejadian dengan alasan khawatir terhadap ancaman maupun khawatir akan berdampak buruk terhadap kehidupan korban setelah kasus tersebut diproses hukum.
Namun saran kami, Anda atau orang dekat Anda tidak perlu ragu untuk melaporkan kasus yang Anda hadapi. Penyidikan dalam kasus yang berhubungan dengan konten privasi biasanya dilakukan secara tertutup. Penyidik sesuai kode etik akan merahasiakan informasi yang diketahuinya kepada publik.
Terkait kedudukan Anda sebagai Pegawai Negeri Sipil (“PNS”), menurut pandangan kami, kasus Anda secara hukum tidak berpengaruh langsung terhadap kedudukan Anda sebagai PNS. Karena melaporkan suatu tindak pidana yang dialami bukan merupakan suatu pelanggaran yang dapat dikenakan hukuman disiplin PNS sebagaimana diatur dalam PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Demikian jawaban kami, semoga membantu Anda.
Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
3. Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
4. Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Post by Doel Piero.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !