Jika kita mengirimkan foto tersebut melalui media elektronik, Kita dapat terjerat dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) atau Pasal 27 ayat (3) UU ITE:
Pasal 27 ayat (1) UU ITE:
“Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan.”
Pasal 27 ayat (3) UU ITE:
“Setiap
Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik.”
Pelanggaran
Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, dapat diancam dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).sebagaimana terdapat dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE.
Sedangkan jika kita mengirimkan foto tersebut dalam bentuk hasil cetaknya, Kita dapat terjerat Pasal 310 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
- Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
- Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
- Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Mengenai pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal
mengatakan bahwa supaya dapat dihukum dengan pasal ini, maka penghinaan
itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan
perbuatan yang tertentu” dengan maksud tuduhan itu akan tersiar
(diketahui orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum
seperti mencuri, menggelapkan, berzinah, dan sebagainya, cukup dengan
perbuatan biasa, sudah tentu perbuatan yang memalukan, misalnya menuduh
bahwa seseorang pada suatu waktu tertentu telah masuk melacur di rumah
persundalan; ini bukan perbuatan yang boleh dihukum, akan tetapi cukup memalukan bagi yang berkepentingan bila diumumkan.
Jika dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka kejahatan itu
dinamakan “menista dengan surat” dan dikenakan Pasal 310 ayat (2) KUHP.
Lebih
lanjut, R. Soesilo menjelaskan bahwa kejahatan menista ini tidak perlu
dilakukan di muka umum, sudah cukup bila dapat dibuktikan bahwa terdakwa
ada maksud untuk menyiarkan tuduhan itu.
Dasar Hukum:
Referensi:
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.
DISCLAIMER : Seluruh informasi dan data yang disediakan dalam Klinik hukum ini
adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan
demikian tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum.
Disarankan untuk mengecek kembali dasar hukum yang digunakan dalam artikel ini untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.
Disarankan untuk mengecek kembali dasar hukum yang digunakan dalam artikel ini untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.
Post by Doel Piero.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !