Sunday, 22 April 2012

Apakah Aksi Teror Preman Bisa Dijerat UU Terorisme?

Saya adalah pengusaha travel agent di Bali yang pernah merasakan pahitnya ditekan dan dipaksa preman. Saya dipaksa menyerahkan surat izin perusahaan oleh preman yang dikirim oleh bekas partner usaha saya dengan selembar surat kuasa kepada preman tersebut. Perusahaan tersebut sudah bangkrut dan mempunyai banyak utang yang mana juga sudah saya bayarkan secara pribadi. Para partner tersebut tidak mau menempuh jalur hukum yang berlaku. Dengan datangnya preman tersebut malah membuat kerusuhan di kantor saya, sehingga membuat saya tidak dapat melanjutkan usaha dan merasa sangat terancam kehidupan pribadi saya sebagai manusia. Apakah ini melanggar hak asasi saya dan ke mana harus saya laporkan? Sedangkan waktu preman tersebut datang membuat kerusuhan di rumah/kantor saya sudah saya laporkan kepada polisi, datang dan membawa preman tersebut ke kantor polisi dan saya malah dianjurkan untuk damai dengan membuat surat perjanjian damai dengan preman tersebut. Berselang beberapa hari mereka datang lagi dengan orang yang berlainan tapi geng yang sama. Apa yang dapat saya perbuat dan kenapa mesti saya laporkan? Apakah di Bali ada Komnas HAM dan di mana alamatnya? Mohon tuntunan dan informasi agar saya dapat hidup aman dan bekerja dengan benar, tidak dengan ketakutan di bumi Bali yang terkenal dengan aman. Untuk berusaha malah penuh dengan preman yang tidak mau tahu dengan hukum yang berlaku, sebagai pengusaha travel setelah pahitnya bom, kini mesti menghadapi pahitnya diteror oleh preman. Terima kasih.

Willy Halim

Jawaban:

Terima kasih untuk pertanyaan yang telah Saudara sampaikan. Sebelumnya, kami menyampaikan rasa prihatin atas peristiwa yang telah Saudara alami.


Permasalahan yang Saudara alami bermula dari utang piutang yang terjadi pada saat perusahaan belum mengalami kebangkrutan. Sekalipun Saudara telah menyatakan telah membayar utang yang ada, tidak ada salahnya memastikan apakah utang tersebut telah lunas terbayar atau belum. Tentunya dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. Pada intinya, secara hukum utang hapus hanya apabila telah dilakukan pembayaran secara lunas atau dilakukannya pembebasan utang oleh si berpiutang.


Terkait dengan sejumlah orang yang diberikan kuasa (kewenangan) untuk melakukan proses pelunasan utang dengan Saudara, secara hukum hal tersebut dapat dilakukan. Namun demikian, Pasal 1797 KUHPerdata menyatakan bahwa :


“Si kuasa tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apa pun yang melampaui kuasanya;…”


Jika orang-orang yang telah diberikan kuasa tadi melakukan tindakan yang melebihi dari kewenangan mereka, dalam hal ini meneror, maka orang-orang tersebut wajib untuk menerima sanksi sesuai dengan hukum yang dilanggar, termasuk di dalamnya apabila terjadi kekerasan yang Saudara alami maka tindakan orang-orang tersebut dapat dilaporkan kepada kepolisian.


Sebelum menjawab ada atau tidaknya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam perkara yang sedang Saudara alami, ada baiknya untuk memahami aturan dalam Pasal 1 angka 6 UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan sebagai berikut :


“Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”


Dengan demikian, kita tidak dapat dengan mudahnya mengatakan bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia terhadap Saudara, kecuali setelah terpenuhi semua unsur dalam ketentuan di atas. Namun demikian, adalah benar bahwa setiap orang memiliki hak asasi yang wajib untuk dihormati oleh pribadi lainnya, atau bahkan oleh Negara. Akan tetapi, tidaklah mudah untuk menyatakan apakah dalam suatu peristiwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia atau tidak.


Mengenai pertanyaan tentang perbuatan preman yang melakukan tindakan “teror” terhadap Saudara, apakah dapat dikatakan sebagai tindakan terorisme atau tidak. Dapat kami sampaikan bahwa Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara. Hal ini sesuai dengan Penjelasan Perpu No. 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002.


Perlu kami sampaikan bahwa suatu peristiwa untuk dapat dikategorikan sebagai bagian dari tindakan teror maupun pelanggaran hak asasi manusia tidaklah mudah. Tindakan kekerasan atau pun hal lain yang membuat Saudara merasa terganggu dapat dilaporkan kepada pihak kepolisian setempat.


Demikian yang dapat kami sampaikan. Terima kasih.

Dasar hukum:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)

2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002, yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2003.

Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer

Seluruh informasi dan data yang disediakan disini adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum.

Pada dasarnya kami tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia dan hubungan klien - penasehat hukum tidak terjadi. Untuk suatu nasehat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang penasehat hukum yang berpotensi.

Kami berhak sepenuhnya mengubah judul dan/atau isi pertanyaan tanpa mengubah substansi dari hal-hal yang ditanyakan.