Mohon penjelasan lebih jauh mengenai Pasal 352 KUHP. Bagaimana batasan penganiayaan ringan menurut pasal tersebut?
Jawaban:
Pasal 352 KUHP adalah salah satu pasal dalam Bab XX yang mengatur penganiayaan. Leden Marpaung memasukkan Pasal 352 ini sebagai tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh.
Pasal 352 KUHP terdiri dari dua ayat, yakni:
(1). Selain daripada yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500. Hukuman ini boleh ditambah dengan sepertiganya bila kejahatan itu dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada di bawah perintahnya.
(2). Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum.
Pasal 353 yang dirujuk oleh Pasal 352 ayat (1) KUHP mengatur tentang penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu. Sedangkan Pasal 356 KUHP mengatur kejahatan yang dilakukan kepada keluarga inti yakni ayah, ibu, isteri, dan anak.
Saat ini, untuk kejahatan berupa kekerasan dalam rumah tangga, Anda bisa melihat lebih lanjut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”). Bahkan untuk anak-anak korban penganiayaan ringan, polisi sudah sering menggunakan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lihat misalnya Putusan MA No. 2050 K/Pid.Sus/2010, dan Putusan No. 1046 K/Pid.Sus/2011).
Selain penganiayaan terhadap anggota keluarga inti, Pasal 356 KUHP juga menyinggung penganiayaan yang dilakukan terhadap pegawai, dan penganiayaan ringan yang menggunakan alat/bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan seseorang untuk dimakan atau diminum.
Menurut R. Soesilo, tindak pidana yang dirumuskan dalam Pasal 352 KUHP disebut ‘penganiayaan ringan’, dan masuk kategori ‘kejahatan ringan’. Perbuatan penganiayaan yang masuk kategori Pasal 352 KUHP adalah:
a) perbuatan yang tidak menjadikan sakit; dan
b) perbuatan yang tidak sampai membuat korban terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sehari-hari.
Soesilo memberi contoh penganiayaan ringan; A menempeleng B tiga kali. Meskipun B merasa sakit tetapi tidak menghalanginya untuk bekerja sehari-hari.
Salah satu yurisprudensi yang sering dirujuk dalam konteks pasal ini adalah Putusan Mahkamah Agung No. 163 K/Kr/1956 tertanggal 31 Agustus 1957 (atas nama terdakwa Lie Lam Fong). Putusan ini menegaskan norma hukum, kejahatan dalam Pasal 352 KUHP adalah tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja dan untuk menentukan tindak pidana itu dilakukan dengan sengaja atau tidak, tidak perlu dibuktikan adanya niat buruk terdakwa.
Kritik terhadap Pasal 352 KUHP datang dari SR Sianturi. Dalam bukunya, Sianturi menilai Pasal 352 ‘tidak diperlukan’. Apalagi WvS (Wetboek van Strafrecht) Belanda juga tak mengatur penganiayaan ringan. Faktanya, tidak dijelaskan lebih lanjut untuk berapa lama rasa sakit itu dirasakan korban. Kendati hanya sementara, perbuatan penganiayaan ringan masih bisa menggunakan Pasal 351 ayat (1) KUHP yang berbunyi:
“Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Namun menurut Leden Marpaung, kalau korban sampai masuk rumah sakit, maka unsur-unsur Pasal 352 KUHP tidak terpenuhi. Poin penting Pasal 352 adalah ‘tidak menjadikan sakit atau halangan melakukan pekerjaan’. Kalau penganiayaan mengakibatkan korban berhalangan untuk bekerja, maka Pasal 351 ayat (1) KUHP lebih tepat dipakai.
Ayat (2) dari pasal 352 KUHP mengatur tentang percobaan untuk melakukan penganiayaan ringan. Menurut ayat ini, pelaku percobaan penganiayaan ringan tidak dihukum. Contoh kasus ayat ini adalah A memukul B memakai bantal guling, dan B tidak merasa sakit. A masuk kategori mencoba melakukan penganiayaan ringan.
Jadi, untuk suatu perbuatan dapat dikatakan penganiayaan ringan adalah ketika perbuatan tersebut tidak menjadikan korbannya sakit atau berhalangan untuk melakukan pekerjaan.
REFERENSI
1. R. Soesilo. KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politea, 1993.
2. Leden Marpaung. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh (Pemberantasan dan Prevensinya) Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung RI dan Pembahasan. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
3. R. Soenarto Soerodibroto. KUHAP dan KUHP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad. Edisi ke-5. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.
4. SR Sianturi. Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya. Jakarta: Alumni AHM-PTHM, 1983.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 732);
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer Seluruh informasi dan data yang disediakan disini adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum. Pada dasarnya kami tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia dan hubungan klien - penasehat hukum tidak terjadi. Untuk suatu nasehat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang penasehat hukum yang berpotensi. Kami berhak sepenuhnya mengubah judul dan/atau isi pertanyaan tanpa mengubah substansi dari hal-hal yang ditanyakan.
Post by Doel Piero.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !