Apakah Mahkamah Agung (Hakim Agung) boleh menyimpangi atau menganulir ketentuan KUHAP yang telah jelas? Atau dengan kata lain, apakah Mahkamah Agung boleh mengadili tidak berdasarkan/menurut KUHAP? Sebagai contoh: putusan bebas (tidak murni) menjadi “boleh” dikasasi, dan PK oleh Jaksa. Jika “boleh”, apa dasar hukumnya? Jika “tidak boleh”, apakah putusan Mahkamah Agung yang tidak berdasarkan/menurut KUHAP batal demi hukum?
Apakah Mahkamah Agung (“MA”) boleh mengadili suatu perkara pidana tidak berdasarkan KUHAP? Boleh, apabila ternyata ada undang-undang yang menjadi lex specialis (hukum yang khusus) dari KUHAP. Misalnya, mengenai alat bukti elektronik dalam kasus transaksi elektronik. KUHAP tidak mengenal adanya bukti elektronik. Akan tetapi, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa alat bukti elektronik dapat diterima. Jadi, sepanjang ada aturan yang bersifat lex specialis dari KUHAP tersebut, maka MA dapat mengadili perkara tersebut tidak berdasarkan KUHAP.
Dalam hal putusan MA yang menerima kasasi terhadap putusan bebas (contohnya pada putusan No. 275 K/Pid/1983 yang dikenal sebagai ataupun permohonan PK oleh Jaksa (contohnya pada sebagaimana Anda tanyakan, sebenarnya hal ini tidak diperbolehkan karena melanggar aturan KUHAP, dan tidak ada aturan undang-undang lain yang menyimpangi aturan KUHAP tersebut. Dengan tidak ada aturan yang menyimpangi (menjadi lex specialis) maka penanganan suatu perkara pidana haruslah berdasarkan KUHAP.
Untuk pengajuan PK oleh jaksa ini, pengajar hukum pidana Universitas Indonesia Rudi Satrio Mukantardjo dalam artikel di hukumonline (di sini) pernah menyatakan bahwa PK yang dimohonkan jaksa selama ini menyalahi perundang-undangan. Redaksi KUHAP sama sekali tidak menyebutkan hal jaksa mengajukan PK.
Apakah putusan MA yang melanggar KUHAP seperti di atas menjadi batal demi hukum? Jawabannya, tidak. Seperti kita ketahui, MA merupakan lembaga yang melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya yang menyelenggarakan kekuasaan kehakiman (pasal 32 ayat [1] UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA). Karena itu, tidak ada lembaga lain yang punya wewenang untuk mengoreksi atau membatalkan putusan MA.
Dasar hukum:
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
- Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer
Seluruh informasi dan data yang disediakan disini adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum. Pada dasarnya kami tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia dan hubungan klien - penasehat hukum tidak terjadi.
Untuk suatu nasehat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang penasehat hukum yang berpotensi.
Kami berhak sepenuhnya mengubah judul dan/atau isi pertanyaan tanpa mengubah substansi dari hal-hal yang ditanyakan.
Seluruh informasi dan data yang disediakan disini adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum. Pada dasarnya kami tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia dan hubungan klien - penasehat hukum tidak terjadi.
Untuk suatu nasehat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang penasehat hukum yang berpotensi.
Kami berhak sepenuhnya mengubah judul dan/atau isi pertanyaan tanpa mengubah substansi dari hal-hal yang ditanyakan.
No comments:
Post a Comment
Komentar anda adalah bentuk apresiasi non verbal yang sangat berguna bagi situs ini. Tulislah beberapa kata untuk perkenalan dengan saya