Perlawanan Di Berbagai Daerah Di
Indonesia Dalam Menentang Dominasi Asing Pada Abad 19. Untuk mempertahankan
kedaulatannya muncullah perlawanan bangsa Indonesia antara abad 16-18. Yang
melakukan perlawanan terhadap Portugis antara lain adalah Sultan Hairun dari
ternate, kemudian Demak. Kerajaan yang bangkit menentang VOC antara lain
Mataram, banten dan Gowa/Makassar.
Tindakan sewenang-wenang yang
dilakukan VOC di Maluku kembali dilanjutkan oleh pemerintah Kolonial Hindia
Belanda setelah berkuasa kembali pada tahun 1816 dengan berakhirnya pemerintah
Inggris di Indonesia tahun 1811-1816. Berbagai tindakan yang dilakukan
oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda di bawah ini menyebabkan timbulnya
perlawanan rakyat Maluku.
- Penduduk wajib kerja paksa untuk kepentingan Belanda misalnya di perkebunan-perkebunan dan membuat garam.
- Penyerahan wajib berupa ikan asin, dendeng dan kopi.
- Banyak guru dan pegawai pemerintah diberhentikan dan sekolah hanya dibuka di kota-kota besar saja.
- Jumlah pendeta dikurangi sehingga kegaitan menjalankan ibadah menjadi terhalang.
- Secara khusus yang menyebabkan kemarahan rakyat adalah penolakan Residen Van den Berg terhadap tuntutan rakyat untuk membayar harga perahu yang dipisah sesuai dengan harga sebenarnya.
Tahun 1817 rakyat Saparua
mengadakan pertemuan dan menyepakati untuk memilih Thomas Matulessy (Kapitan
Pattimura) untuk memimpin perlawanan. Keesokan harinya mereka berhasil merebut
benteng Duurstede di Saparua sehingga residen Van den Berg tewas. Selain
Pattimura tokoh lainnya adalah Paulus Tiahahu dan puterinya Christina Martha
Tiahahu. Anthoni Reoak, Phillip Lattumahina, Said Perintah dan lain-lain.
Perlawanan juga berkobar di pulau-pulau lain yaitu Hitu, Nusalaut dan Haruku
penduduk berusaha merebut benteng Zeeeland.
Untuk merebut kembali benteng
Duurstede, pasukan Belanda didatangkan dari Ambon dibawah pimpinan Mayor
Beetjes namun pendaratannya digagalkan oleh penduduk dan mayor Beetjes tewas.
Pada bulan Nopember 1817 Belanda mengerahkan tentara besar-besaran dan
melakukan sergapan pada malam hari Pattimura dan kawan-kawannya tertangkap.
Mereka menjalani hukuman gantung pada bulan Desember 1817 di Ambon. Paulus
Tiahahu tertangkap dan menjalani hukuman gantung di Nusalaut. Christina Martha
Tiahahu dibuang ke pulau Jawa. Selama perjalanan ia tutup mulut dan mogok makan
yang menyebabkan sakit dan meninggal dunia dalam pelayaran pada awal Januari
tahun 1818.
Perang Padri ( Tuanku Imam Bonkol) tahun 1821-1837
Pernahkah Anda berselisih dengan
Saudara Anda, kemudian ada orang lain yang memusuhi Anda dan orang tersebut
bersekutu dengan Saudara Anda tadi untuk mengalahkan Anda? Bagaimana usaha Anda
untuk menghadapi mereka? Pertanyaan di atas mirip dengan perjuangan kaum Padri
di Sumatra Barat yang berpusat di daerah Bonjol.
Mengapa perlawanan di Sumatra
Barat disebut Perang Padri? Istilah Padri berasal dari kata Padre yang berarti
Ulama. Pada mulanya perang Padri merupakan Perang Saudara antara para Ulama
berhadapan denegan Kaum Adat. Setelah Belanda ikut campur yang semula membantu
kaum adat berubahlah perang itu menjadi perang Kolonial.
Pertentangan antara Kaum Padri dan Kaum
Adat itu dapat dikemukankan sebab-sebabnya sebagai berikut :
- Kaum Adat adalah kelompok masyarakat yang walaupun telah memeluk agama islam namun masih teguh memegang adat dan kebiasaan-kebiasaan lama yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Contoh :
Menurut adat Minangkabau,
warisan diberikan menurut aturan Matrilineal (menurut garis Ibu).
Menurut hukum Islam maka
pembagian warisan itu berdasarkan garis patrilineal (garis keturunan ayah).
Sedangkan kebiasaan lama yang buruk dan bertentangan dengan agama adalah
berjudi, menyabung ayam serta meminum minuman keras. Salah seorang pemimpin
kaum Adat ialah Datuk Sati.
- Kaum Padri adalah kelompok masyarakat Islam di Sumatra Barat yang telah menunaikan ibadah haji di Mekkah serta membawa pandangan baru. Terpengaruh oleh gerakan Wahabi mereka berusaha hidup sesuai dengan ajaran Al’quran dan Hadist, berusaha melakukan pembersihan terhadap tindakan-tindakan masyarakat yang menyimpang dari ajaran tersebut. Beberapa tokoh kaum Padri adalah Haji Miaskin, Haji Sumanik, Haji Piobang. Tokoh lainnya adalah Malin Basa ( terkenal dengan nama Imam Bonjol), Tuanku Mesiangan, tuanku Nan Renceh dan Datok Bandaharo.
Dengan perbedaan yang cukup
mendasar tersebut terjadilah perebutan pengaruh antara kaum adat dan kaum Padri
di tengah-tengah masyarakat. Pernah diadakan pertemuan untuk mengakhiri
perbedaan tadi di Koto Tengah namun tidak berhasil dan bahkan memicu
pertikaian. Untuk menghadapi kaum Padri maka kaum Adat meminta bantuan kepada
Belanda pada tahun 1821 yang dapat Anda perlajari pada uraiannya berikut ini.
Jalannya Perang Padri Tahun 1821-1825
- Pada bulan April tahun 1821 terjadi pertempuran antara kaum Padri melawan Belanda dan kaum Adat di Sulit Air dekat danau Singkarak.
- Belanda mengirimkan tertaranya dari Batavia di bawah pimpinan Letkol Raaf dan berhasil menduduki Batusangkar dekat Pagaruyung lalu mendirikan benteng yang bernama Fort Van der Capellen.
- Pada tahun 1824 dan 1825 terjadi perjanjian perdamaian antara Belanda dengan kaum Padri di Padang yang pada pokoknya tidak akan saling menyerang.
Tahun 1825-1830
- Pada periode ini Belanda juga sedang menghadapi perang Diponegoro sehingga perjanjian perdamaian di atas sangat menguntungkan Belanda. Untuk menghadapi Kaum Padri, Belanda membangun benteng disebut Fort de Kock (nama panglima Belanda) di Bukittinggi.
Tahun 1831-1837
- Belanda bertekad mengakhiri perang Padri setelah dapat memadamkan Perang Diponegoro. Tindakan yang dilakukan Belanda adalah mendatangkan pasukan dipimpin oleh Letnan Kolonel Elout kemudian Mayor Michaels dengan tugas pokok menundukkan Kaum Padri yang berpusat di Ketiangan dekat Tiku. Selain itu Belanda juga mengirim Sentot Ali Basa Prawirodirdjo ( bekas panglima Diponegoro ) serta sejumlah pasukan dari pulau Jawa walaupun kemudian berpihak kepada kaum Padri.
Sejak tahun 1831 kaum Adat
bersatu dengan kaum Padri untuk menghadapi Belanda. Pada tanggal 25 Oktober 1833
Belanda menawarkan siasat perdamaian dengan mengeluarkan Plakat Panjang yang
isinya sebagai berikut :
- Belanda ingin menghentikan perang
- Tidak akan mencampuri urusan dalam negeri Minangkabau
- Tidak akan menarik cukai dan iuran-iuran.
- Masalah kopi, lada dan garam akan ditertibkan.
Imam Bonjol tetap waspada dengan
siasat Belanda itu. Setelah tahun 1834 terjadi lagi serangan sasaran utama
serangan Belanda adalah benteng Bonjol yang dapat direbutnya pada tanggal 16
Agustus 1837. Belanda mengajak Imam Bonjol berunding namun kemudian ditangkap.
Ia dibawa ke Batavia lalu dipindahkan ke Miinahasa sampai wafatnya tahun 1864
dalam usia 92 tahun. Perlawanan dilanjutkan oleh Tuanku Tambusai yang dapat
dikalahkan Belanda tahun 1838.
Perang Diponegoro 1825-1830
Latar Belakang Perlawanan
Nama asli Pangeran Diponegoro
adalah Raden Mas Ontowiryo, putra Sultan Hamengku Buwono III. Karena pengaruh
Belanda sudah sedemikian besarnya di istana maka Diponegoro lebih senang
tinggal di rumah buyutnya di desa Tegalrejo.
Secara umum sebab-sebab perlawanan
Diponegoro dan para pengikutnya adalah sebagai berikut :
- Adat kebiasaan keraton tidak dihiraukan para pembesar Belanda duduk sejajar dengan Sultan.
- Masuknya pengaruh budaya Barat meresahkan para ulama serta golongan bangsawan. Misalnya pesta dansa sampai larut malam, minum-minuman keras.
- Para bangsawan merasa dirugikan karena pada tahun 1823 Belanda menghentikan sistem hak sewa tanah para bangsawan oleh pengusaha swasta. Akibatnya para bangsawan harus mengembalikan uang sewa yang telah diterimanya.
- Banyaknya macam pajak yang membebani rakyat misalnya pajak tanah, pajak rumah, pajak ternak.
Selain hal-hal tersebut ada kejadian yang secara langsung menyulut kemarahan Diponegoro yaitu pemasangan patok untuk pembuatan jalan kereta api yang melewati makam leluhur Diponegoro di Tegal Rejo atas perintah Patih Darunejo IV tanpa seijin Diponegoro. Peristiwa tersebut menimbulkan sikap terang-terangan Diponegoro melawan Belanda.
Perang Bali (I Gusti Ngurah Rai) tahun 1846-1849
Apakah Anda pernah berkunjung
atau wisata ke Pulau Bali? Jika Anda berkunjung ke Bali biasanya akan menuju
kota Denpasar yang terletak di wilayah Badung. Selain Badung pada abad 19 yang
lalu terdapat beberapa kerajaan lain seperti Buleleng, Klungkung dan seterusnya. Pada abad 19 sesuai dengan
cita-citanya mewujudkan Pax Netherlandica (perdamaian di bawah Belanda),
Pemerintah Hindia Belanda berusaha membulatkan seluruh jajahannya atas
Indonesia termasuk Bali. Upaya Belanda itu dilakukan antara lain melalui
perjanjian tahun 1841 dengan kerajaan Klungkang, Badung dan Buleleng. Salah
satu isinya bebunyi: Raja-raja Bali mengakui bahwa kerajaan-kerajaan di Bali
berada di bawah pengaruh Belanda. Perjanjian ini merupakan bukti keinginan
Belanda untuk menguasai Bali.
Apakah faktor yang menyebabkan
timbulnya perang Bali antara tahun 1846- 1849? Masalah utama adalah adanya hak
tawan karang yang dimiliki raja-raja Bali. Hak ini dilimpahkan kepada kepala
desa untuk menawan perahu dan isinya yang terdampar di perairan wilayah
kerajaan tersebut. Antara Belanda dengan pihak kerajaan Buleleng yaitu Raja I
Gusti Ngurah Made Karang Asem besarta Patih I Gusti Ketut Jelantik telah ada
perjanjian pada tahun 1843 isinya pihak kerajaan akan membantu Belanda jika
kapalnya terdampar di wilayah Buleleng namun perjanjian itu tidak dapat
berjalan dengan semestinya.
Pada tahun 1844 terjadi
perampasan terhadap kapal-kapal Belanda di pantai Prancah (Bali Barat) dan
Sangsit (Buleleng bagian Timur). Belanda menuntut agar kerajaan Buleleng
melepaskan hak tawan karangnya sesuai perjanjian tahun 1843 itu namun ditolak.
Kejadian tersebut dijadikan alasan oleh Belanda untuk menyerang Buleleng.
Bagaimana jalannya perang Bali?
Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki dengan meriam dari pantai.
Satu persatu daerah diduduki dan istana dikepung oleh Belanda. Raja Buleleng
berpura-pura menyerah kemudian perlawanan dilanjutkan oleh Patih I Gusti Ketut
Jelantik.
Perang Buleleng disebut juga
pertempuran Jagaraga karena pusat pertahanannya adalah benteng di desa
Jagaraga. Perang ini disebut pula Perang Puputan mengapa?
Karena perang dijiwai oleh
semangat puputan yaitu perang habis-habisan. Bagi masyarakat Bali, puputan
dilakukan dengan prinsip sebagai berikut :
- Nyawa seorang ksatri berada diujung senjata kematian di medan pertempuran merupakan kehormatan.
- Dalam mempertahankan kehormatan bangsa dan negara maupun keluarga tidak dikenal istilah menyerah kepada musuh.
- Menurut ajaran Hindu, orang yang mati dalam peperangan, rohnya akan masuk surga.
Benteng Jagaraga berada di atas
bukit, berbentuk “Supit Urang” yang dikelilingi dengan parit dan ranjau untuk
menghambat gerak musuh. Selain laskar Buleleng maka raja-raja Karangasam,
Mengwi, Gianyar dan Klungkung juga mengirim bala bantuan sehingga jumlah
seluruhnya mencapai 15000 orang. Semangat para prajurit ditopang oleh isteri
Jelantik bernama Jero Jempiring yang menggerakkan dan memimpin kaum wanita
untuk menyediakan makanan bagi para prajurit yang bertugas digaris depan.
Pada tanggal 7 Maret 1848 kapal
perang Belanda yang didatangkan dari Batavia dengan 2265 serdadu mendarat di
Sangsit. Pasukan Belanda dipimpin oleh Mayor Jendral Van der Wijck menyerang
Sangsit lalu menyerbu benteng Jagaraga. Serangan Belanda dapat digagalkan. Setelah gagal, bagaimana upaya
Belanda untuk menundukkan Bali? Pada tanggal 1849 Belanda mendatangkan pasukan
yang lebih banyak berjumlah 15000 orang lebih terdiri dari pasukan infanteri,
kavaleri, artileri dan Zeni dipimpin oleh Jendral Mayor A.V Michiels dan Van
Swieten. Benteng Jagaraga dihujani meriam dengan gencar. Tak ada seorangpun
laskar Buleleng yang mundur, mereka semuanya gugur pada tangal 19 April 1849
termasuk isteri Patih Jelantik yang bernama Jero Jempiring. Dengan jatuhnya
benteng Jagaraga maka Belanda dapat menguasai Bali utara. Selain puputan
Buleleng, perlawanan rakyat Bali juga terjadi melalui puputan Badung, Klungkung
dan daerah lain walaupun akhirnya pada tahun 1909 seluruh Bali jatuh ke tangan
Belanda.
Perang Banjar (Pangeran Antasari) tahun 1859-1863
Perang Banjar merupakan
perlawanan rakyat terhadap Belanda di Kalimantan Selatan. Seperti halnya di
daerah lain di Indonesia sebab-sebab perang adalah :
- Faktor ekonomi. Belanda melakukan monopoli perdagangan lada, rotan, damar, serta hasil tambang yaitu emas dan intan. Monopoli tersebut sangat merugikan rakyat maupun pedagang di daerah tersebut sejak abad 17. Pada abad 19 Belanda bermaksud menguasai Kalimantan Selatan untuk melaksanakan Pax Netherlandica. Apalagi di daerah itu diketemukan tambang batu bara di Pangaronan dan Kalangan.
- Faktor politik. Belanda ikut campur urusan tahta kerajaan yang menimbulkan berbagai ketidak senangan. Pada saat menentukan pengganti Sultan Adam maka yang diangkat adalah Pangeran Tamjidillah yang disenangi Belanda. Sedangkan Pangeran Hidayatullah yang lebih berhak atas tahta hanya dijadikan Mangkubumi karena tidak menyukai Belanda.
Campur tangan Belanda di keraton
makin besar dan kedudukan Pangeran Hidayatullah makin terdesak maka ia
melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama Pangeran Antasari, sepupunya. Siapakah
para pengikut perjuangan tersebut? Tidak kurang dari 3000 orang bersedia
membantu termasuk tokoh-tokoh agama seperti Kyai Demang Leman, Haji Langlang,
Haji Nasrum dan Haji Buyasih. Pasukan Antasari berusaha menyerang pos-pos
Belanda di Martapura dan Pangaron. Sebaliknya pada pertempuran tanggal 27
September 1859 Belanda dapat menduduki benteng pasukan Pangeran Antasari di
Gunung Lawak.
Tindakan Belanda berikutnya
adalah menurunkan Sultan Tamjidillah dari tahta sementara itu Pangeran
Hidayatullah menolak untuk menghentikan perlawanan lalu perti meninggalkan
kraton, maka pada tahun 1860 kerajaan Banjar dihapuskan dan daerah tersebut
menjadi daerah kekuasaan Belanda. Apakah tindakan Belanda terebut
menyurutkan perlawanan Pangeran Antasari? Ternyata tidak. Walaupun Kyai Damang
Laman menyerah dan Pangeran Hidayatullan tertangkap alalu dibuang ke Cianjur
namun Pangeran Antasari tetap memimpin perlawanan bahkan ia diangkat oleh
rakyat menjadi pemimpin tertinggi agama dengan gelar Panembahan Amirudin
Khalifatul Mukminin pada tanggal 14 Maret 1862. Ia dibantu oleh para pemimpin
yang lain yaitu Pangeran Miradipa, Tumenggung Surapati dan Gusti Umah yang
memusatkan pertahanan di Hulu Teweh. Perlawanan Antasari berakhir sampai
meninggal dunia tanggal 11 Oktober 1862 kemudian dilanjutkan oleh puteranya
bernama Pangeran Muhamad Seman.
Perbandingan antara Perang
Diponegoro dengan Perang Banjar dalam tiga hal berikut ini :
- Sebab perang
- Jalan perang
- Akhir perlawanan
Uraian :
Kesamaan :
- Sebab ekonomi yaitu Belanda ingin mengeruk kekayaan di kedua kerajaan tersebut termasuk monopoli dagang, pajak dan lain-lain.
- Sebab politik tentang campur tangan soal jabatan. Di Mataram: pengangkatan Patih Danudirjo IV di Banjar Pangeran Tamjudilah.
- Jumlah pasukan beribu-ribu orang menggunakan berbagai peralatan/senjata tradisional menghadapi meriam Belanda. Ada benteng pertahanan.
Perbedaan :
- Perang Diponegoro: dihentikan secara licik melalui penangkapan dan pembuangan para pemimpin perlawanan.
- Perang Banjar: Antasari mangakhiri perlawanan karena sakit dan meninggal dunia.
Sampai abad 19 Aceh merupakan
daerah yang berdaulat dan dihormati oleh dua imperialis di Indonesia dan
sekitarnya yaitu Inggris dan Belanda. Berdasarkan Traktat/perjanjian London
1824 maka Aceh dijadikan daerah penyangga (Bufferstate) antara kekuasaan Inggris
di Malaka dengan Bengkulu yang diserahkan Inggris kepada Belanda. Tahukah Anda
negara penyangga jajahan Inggris dengan Perancis di Asia Tenggara? Ya benar,
negara itu adalah Muangthai yang tidak pernah dijajah. Keadaan tersebut tidak dapat
bertahan lama karena adanya kepentingan Belanda yang berniat menduduki Aceh
sehingga timbullah perlawanan rakyat Aceh.
- Belanda merasa berhak atas daerah Sumatra Timur yang diperoleh dari Sultan Siak sebagai upah membantu Sultan dalam perang saudara melalui Traktat Siak tahun 1858, sementara Aceh berpendapat daerah terebut merupakan wilayahnya.
- Sejak Terusan Suez dibuka tahun 1869 perairan Aceh menjadi sangat penting sebagai jalur pelayaran dari Eropa ke Asia.
- Keluarnya Traktat Sumatra tahun 1871 yang menyatakan bahwa Inggris tidak akan menghalangi usaha Belanda untuk meluaskan daerah kekusaannya sampai di Aceh dalam rangka Pax Netherlandica
Bagaimana reaksi Aceh menanggapi
Traktat Sumatra yang mengancam kedaulatannya? Aceh berusaha untuk mencari
bantuan dengan mengirim utusan ke Turki. Selain itu juga dijalin hubungan ke
perwakilan negara Amerika Serikat dan Italia di Singapura. Tindakan Aceh ini
mencemaskan Belanda lalu menuntut Aceh agar mengakui kedautalan Belanda. Aceh menolak
tututan tersebut sehingga Belanda melakukan penyerangan.
Sifat perlawanan Aceh ada dua
macam yaitu politik dan keagamaan. Perlawanan politik bertujuan untuk
mempertahankan kedaulatan Aceh. Perlawanan politik dipimpin oleh para bangsawan
yang bergelar Teuku. Siapakah tokoh-tokoh bangsawan
tersebut? Mereka antara lain Teuku Umar dan isterinya bernama Cut Nyak Dien,
Panglima Polim, Sultan Dawutsyah, Teuku Imam Lueng Batta. Perang juga bersifat
keagamaan yaitu menolak kedatangan Belanda yang akan menyebarkan agama kristen
di Aceh. Tokoh keagamaan adalah para ulama yang bergelar Teungku contoh Teungku
Cik Di Tiro. Golongan ulama tidak mudah menyerah dan kompromi terhadap Belanda.
Jalan perang
- Pada bulan April tahun 1873 pasukan Belanda dipimpin oleh Mayor Jendral JHR Kohler menyerang Aceh namun gagal bahkan Jendral Kohler tewas dalam pertempuran memperebutkan masjid Raya.
- Pada bulan Desember 1873 pasukan Belanda dipimpin oleh Letnan Jendral Van Swieten dapat menduduki istana serta memproklamirkan bahwa kejaraan Aceh sudah takluk. Nama Banda Aceh kemudian diganti kota raja. Apakah Aceh benar-benar sudah takluk kepada Belanda? Ternyata tidak demikian. Raja Aceh yaitu Sultan Mahmudsyah wafat karena sakit. Putranya yang bernama Muhammad Dawotsyah menjalankan pemerintahan di Pagar Aye. Rakyat Aceh tetap melanjutkan perlawanan dipimpin oleh Panglima Polim.
- Fase berikutnya sejak tahun 1884 Belanda mempertahankan kekuasaan hanya di daerah yang didudukinya saja. Disitu dibentuk pemerintahan sipil. Sistem ini disebut Konsentrasi Stelsel.
Pada tahun 1893 Teuku Umar
melakukan siasat menyerah kepada Belanda dan memperoleh kepercayaan memimpin
250 orang pasukan bersenjata lengkap lalu diberi gelar Teuku Umar Johan
Pahlawan. Apakah tindakan Teuku Umar merupakan penghianaatan bagi bangsanya ?
Ternyata siasat itu hanya untuk mendapatkan senjata yang cukup guna menghadapi
Belanda berikutnya.
- Belanda cukup sulit menghadapi perlawanan rakyat Aceh. Bagaimana tindakan Belanda selanjutnya? Guna mengetahui sistem sosial serta rahasia keuletan rakyat Aceh maka dikirimlah Dr. Snouck Hurgronye seorang ahli dalam agama islam untuk menyelidiki hal itu.Hasil penyelidikannya dibukukan dengan judul “De Atjehers” menurut Hurgronye ada dua cara untuk menundukkan Aceh yaitu melakukan pendekatan kepada para bangsawan dan mengangkat putra-putra mereka menjadi pamong praja pada pemerintah Belanda. Kaum ulama harus dihadapi dengan kekuatan senjata sampai menyerah.
- Sejak 1896. Belanda bertekad menyelesaikan perang dengan mengirim pasukan marsose (polisi militer) dengan panglimanya Letnan Kolonel Van Geuts. Dalam pertempuran di Meulaboh pada tanggal 11 Pebruari 1899 Teuku Umar gugur. Perlawanan masih berlanjut sampai akhirnya bulan Januari 1903 Sultan Dawutsyah menyerah, September 1903 Panglima Polim juga menyerah. Mengapa Sultan Aceh menyerah kepada Belanda? Ternyata hal itu karena kelicikan Belanda yaitu mengultimatum Sultan untuk menyerah setelah menangkap isteri dan anak-anaknya.
Belanda masih melanjutkan
pembersihan terhadap daerah yang terakhir bergolak yaitu Gayo Alas (Aceh
Tenggara) dipimpin oleh Letkon Van Daalen tahun 1904, rakyat yang gugur 2922 orang.
Perlawanan Cut Nyak Dien masih berlanjut selama 5 tahun. Ia memimpin pasukan
keluar masuk hutan rimba dengan tekad rela mengorbankan jiwa raga demi
kemerdekaan bangsanya serta mengusir Belanda. Perlawanan Cut Nyak Dien berakhir
tahun 1905. Ia ditangkap dan dibuang ke Cianjur lalu Sumedang hingga wafat 6
Nopembeer 1908, sedangkan Cut Meutia gugur tahun 1910.
Perang Tapanuli 1878-1907
Di wilayah Tapanuli terdapat
beberapa kerajaan suku Batak salah satunya berpusat di Bakkara. Raja terakhir
di Bakkara ialah Sisingamangaraja XII.
Sebab-sebab terjadi perang
Tapanuli :
- Raja Sisingamangaraja tidak senang daerah kekuasaannya dikuasai Belanda yaitu Tapanuli Selatan.
- Untuk mewujudkan Pax Netherlandica, Belanda berniat menguasai Tapanuli Utara pada saat yang sama Belanda juga melancarkan peperangan di Aceh.
Perang dimulai ketika Belanda
menempatkan pasukannya di Tarutung, untuk melindungi penyebaran agama kristen
yang dilakukan oleh Nommensen yang berkebangsaan Jerman. Sisingamangaraja XII
menyerang kedudukan Belanda di Tarutung. Selama 7 tahun terjadi peperangan di
Tapanuli Utara yaitu di daerah Bahal Batu, Soborong-borong, Balige Laguboti dan
Lumban Julu.
Bagaimana tindakan Belanda
menghadapi perlawanan rakyat Tapanuli? Pada tahun 1894 pasukan Belanda
dikerahkan untuk merebut Bakkara sebagai pusat kekusaan Sisingamangaraja XII.
Akibat penyerangan terebut Sisingamangaraja pindah ke Dairi Pakpak.
Pada tahun 1904 pasukan Belanda
pimpinan Van Daalen dari Aceh Tengah melanjutkan gerakannya ke Tapanuli Utara
dan berhasil mendesak pertahanan Sisingamangaraja XII. Pada tahun1907 pasukan
marsose dipimpin oleh Kapten Hans Christoffel berhasil menangkap Boru Sagala,
isteri Sisingamangaraja XII serta dua orang anaknya, sementara itu ia dan para
pengikutnya menyelamatkan diri ke hutan Simsim. Bujukan agar raja mau menyerah
ditolaknya. Akhirnya dalam pertempuran tanggal 17 Juni 1907 Sisingamangaraja
XII gugur juga Lopian puterinya dan dua orang puteranya yaitu Sutan nagari dan
Patuan Anggi. Jenasahnya dimakamkan di depan markas militer Belanda di Tarutung
lalu dipindahkan ke Balige. Gugurnya Sisingamangaraja XII telah menambah
deretan pahlawan perjuangan kemerdekaan. Perang Tapanuli adalah perang terakhir
menghadapi Belanda dengan senjata. Setahun kemudian perlawanan bangsa Indonesia
ditandai dengan munculnya pergerakan nasional melalui lahirnya Budi Utomo.
Struktur perlawanan bangsa
Indonesia dalam menentang dominasi asing
Ditinjau dari segi waktu lamanya
perlawanan daerah di Indonesia menentang Belanda pada abad 19 yang paling lama
adalah AcehKaum Bangsawan
- Pattimura ( Maluku ) Jelantik ( Bali ) - Teuku Umar ( Aceh )
- Jawa ( Diponegoro ) P. Antasari ( Banjar )
- Sisingamangajara XII ( Tapanuli )
- Jawa: Kyai Mojo - Padri : Imam Bonjol
- Aceh: Teungku cik Di Tiro
- Kelompok: Diponegoro, Banjar, Aceh, Padri
- Anggota keluarga bangsawan, dan raja
- Rakyat umumnya petani
Secara umum contoh senjata tradisional
adalah : Tumbuh pedang dan panah serta senjata Khas daerah misalnya :
- Jawa, Keris, Aceh, rencong, Banjar, mandau
- Padri: Kalewang
- Senjata Api: dari hasil pembelian atau rampasan
Bentuk pertahanan: Sistem benteng (
Jagaraga di Bali )
Taktik perlawanan:
- Perang gerilya
- Perang puputan ( khusus di Bali )
- Serangan mendadak
Strategi Belanda
- Devide et impera
- Tawaran yang menyerah mendapat kedudukan
- Penyusupan dan penyelidikan: contoh Dr. Snouck Hurgronye
- Benteng stelsel dan konsentrasi stelsel
- Menangkap keluarga pemimpin perang agar mudah menyerah
- Penaklukan
- Secara licik diajak berunding kemudian di tangkap
Perlawanan bangsa Indonesia mudah
dipatahkan karena :
- Sporadis: terpencar tanpa koordinasi, masih bersifat kedaerahan
- Tergantung pemimpin, jika pemimpin tewas atau tertangkap atau menyerah maka perlawanan akan terhenti.
- Persenjataan kalah maju karena mengandalkan senjata tradisional
- Kurang terorganisir dengan baik.
Demikian uraian sejarah perjuangan bangsa Indonesia di berbagai daerah dalam menentang kolonialisme dari bangsa Barat. semoga bisa membantu adik-adik pelajar yang mendapat tugas kliping atau sejenisnya.
kurang lengkap
ReplyDelete