Untuk mengetahui apakah
perbuatan kakak yang memukuli adiknya bisa dikategorikan sebagai
Pelanggaran Hukum atau tidak, terlebih dahulu kita
mengetahui arti KDRT yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”):
“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
Adapun perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 1 angka1 UU PKDRT adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga. Perbuatan memukul dalam pertanyaan Anda merupakan perbuatan yang mengarah pada kekerasan fisik.Yang dimaksud dengan kekerasan fisik berdasarkan Pasal 6 UU PKDRT adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘lingkup rumah tangga’ adalah: [Pasal 2 ayat (1) UU PKDRT]
- Suami, isteri, dan anak;
- Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
- Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Kemudian,
kami akan berfokus pada Istilah “… menetap dalam rumah tangga” yang
terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PKDRT. Berdasarkan
penelusuran kami, UU PKDRT tidak menjelaskan definisi ‘menetap’.Namun, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses dari laman resmi Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional RI, menetap adalah bertempat tinggal tetap.Karena adanya keterbatasan informasi, kami berasumsi bahwa kakak dan adik yang terdapat dalam pertanyaan Anda bertempat tinggal di tempat yang sama. Jadi, pasal ini dapat diterapkan kepada kakak yang memukul adiknya tersebut.
Di
samping itu, mengacu pada Pasal 2 ayat (1) UU PKDRT, hubungan kakak dan
adik merupakan hubungan yang lahir bisa karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian.
Jadi, jika kita mengacu pada pasal-pasal di atas, perbuatan kakak yang memukuli adiknya bisa dikatakan sebagai KDRT.Akan
tetapi, jika melihat dari konteks pertanyaan Anda, perbuatan kakak yang
memukul adiknya bisa jadi merupakan tindakan memberikan pelajaran yang
bertujuan untuk mendidik adiknya.Oleh
karena itu, hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap kakak hendaknya
mempertimbangkan aspek lain, yakni tidak hanya aspek hukum yang terdapat
dalam undang-undang saja, tetapi juga norma-norma kepatutan yang ada.
Adapun sanksi bagi orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU PKDRT adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
- Bagaimana jika adik yang dipukuli tersebut memang sengaja memancing amarah kakaknya agar kakaknya dijerat pidana? Untuk menjawab pertanyaan ini, kami mengacu pada contoh kasus yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten SemarangNo. 152/PID.B/2012/PN.UNG. Dalam putusan tersebut diceritakan bahwa terdakwa dipancing-pancing emosinya oleh korban sehingga terdakwa berontak dan memukul korban. Akibat perbuatan terdakwa, korban mengalami luka memar. Hakim dalam putusannya menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana penganiayaan yang terdapat dalam Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”). Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa juga karena mempertimbangkan unsur “dengan sengajamenyebabkan rasa sakit atau luka” yang terpenuhi.
Dari
putusan tersebut, kita bisa melihat bahwa hakim tidak memandang apakah
perbuatan tindak pidana tersebut dilakukan akibat emosi yang dipancing
oleh korban atau tidak.Selama
tindak pidana pemukulan itu dilakukan secara sengaja oleh terdakwa dan
mengakibatkan luka-luka terhadap korban, maka sanksi dijatuhkan kepada
pelaku.
Jadi,
sama halnya dengan tindak pidana pemukulan yang dilakukan kakak
terhadap adiknya. Selama perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur dalam
Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 6 UU PKDRT, maka pelakunya dapat dipidanakan.
Namun demikian, menurut hemat kami, hakim perlu mempertimbangkan aspek
lain di sini. Di samping itu, masalah dalam keluarga sudah sepatutnya
diselesaikan secara baik-baik tanpa perlu melalui jalur hukum.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Referensi:
DISCLAIMER : Seluruh
informasi dan data yang disediakan dalam Klinik hukum ini adalah
bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan
demikian tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum.
No comments:
Post a Comment
Komentar anda adalah bentuk apresiasi non verbal yang sangat berguna bagi situs ini. Tulislah beberapa kata untuk perkenalan dengan saya