Dalam hukum pidana dikenal beberapa jenis alat bukti. Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) menyatakan:
“Alat bukti yang sah ialah:
- Keterangan saksi;
- Keterangan ahli;
- Surat;
- Petunjuk;
- Keterangan terdakwa.”
Bukti visum et repertum ("visum") dikategorikan sebagai alat bukti surat. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 187 KUHAP yang menyatakan:
“Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah
- Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
- Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu keadaan;
- Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yagn diminta secara resmi dari padanya;
- Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.”
Dari sini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa visum merupakan surat yang dibuat oleh pejabat dan dibuat atas sumpah jabatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, visum masuk dalam kategori alat bukti surat. Dengan demikian visum memiliki nilai pembuktian di persidangan.
Namun, jika Anda menanyakan apakah bukti visum
sebagai bukti terkuat dalam hukum? Dapat kami jelaskan bahwa dalam
sistem pembuktian pidana di Indonesia menganut sistem pembuktian
berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijk), yang digambarkan dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan:
“Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.”
Hal
ini menandakan bahwa sebenarnya di dalam hukum acara pidana Indonesia
tidak ada satu alat bukti pun yang dapat dikatakan sebagai alat bukti
terkuat, karena setiap putusan pemidanaan nantinya harus TETAP
didasarkan dengan 2 alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim
(kecuali untuk acara pemeriksaan cepat, cukup 1 alat bukti ditambah
dengan keyakinan hakim) sehingga bukti visum sebagai alat bukti surat
yang diajukan tersebut tidak dapat berdiri sendiri dan harus dilengkapi
dengan alat bukti lainnya sesuai dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP.
Tindak pidana
penganiayaan diatur Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang menyatakan:
“Penganiayaan
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Jika karena ingin membela diri, menurut ketentuan Pasal 49 ayat (1) KUHP disebutkan:
“Tidak
dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri
sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta
benda sendiri maupun orang lian, karena ada serangan atau ancaman
serangan yang sat dekat pada saat itu yang melawan hukum.”
Dalam hukum pidana pembelaan yang seperti ini dikenal dengan istilah noodweer.
Sehingga berdasarkan Pasal 49 ayat (1) KUHP tersebut, orang yang
melakukan pembelaan diri tersebut tidak dapat dipidana (dihukum). Namun
kembali lagi, berbicara mengenai hukum harus didasarkan pada
bukti-bukti yang cukup. Pembuktiannya tentu saja sama dengan sistem pembuktian yang dianut dalam
KUHAP sesuai Pasal 184 KUHAP yang mengatur alat-alat bukti yang sah,
dengan pertimbangan minimal 2 alat bukti terpenuhi.
Dasar Hukum:
DISCLAIMER : Seluruh informasi dan data yang disediakan dalam Klinik hukum ini
adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan
demikian tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum.
Disarankan untuk mengecek kembali dasar hukum yang digunakan dalam artikel ini untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.
Disarankan untuk mengecek kembali dasar hukum yang digunakan dalam artikel ini untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.
Thanks for sharing this Amazing post.
ReplyDeleteSometimes the least difficult method can bring give you the best outcomes, and a few customers guarantee that they fixed the issue with YouTube Activate enter code screen by restarting their support. To do that, follow the instruction and get solution Roku, Xbox, and PS3, etc. If you have queries associated with YouTube, so get in touch with us, our expert team fix issues instantly.